Sabtu, 23 Oktober 2010

SWOT

ANALISIS S.W.O.T. DAN S.M.A.R.T. KERAGAAN FASILITAS DAN UTILITAS
PASAR DI INDONESIA

1. Pendahuluan
Pengelolaan pasar di Indonesia umumnya dilakukan oleh Perusahaan Daerah
Pasar dan kepemilikan kios/toko secara perorangan. Berdasarkan sifat kegiatan dan jenis
dagangannya (termasuk pasar lelang), pasar dibedakan menjadi pasar eceran, pasar
grosir, pasar induk dan pasar khusus. Sedangkan dilihat dari ruang lingkup pelayanan dan
tingkat potensi pasar, dikenal keberadaan pasar lingkungan, pasar wilayah, pasar kota dan
pasar regional, dengan masing-masing waktu kegiatan pasar siang hari, pasar malam hari,
pasar siang malam dan pasar kaget/pekan.
Umumnya semua pasar induk di Indonesia menghadapi berbagai masalah seperti
terbatasnya ruang pada lapak yang sempit, tidak teratur, tidak sehat, kotor, kurangnya
tempat sampah, terlalu banyaknya pedagang pinggir jalan, lemahnya pengelolaan, dan
fasilitas penyimpanan dengan infrastruktur pasar yang tidak memadai (ADP, 1994).
Sementara itu
untuk non pasar induk, pedagang grosir hortikultura tidak memiliki sarana kios
permanen sehingga transaksi biasa dilakukan di tepi jalan di lingkungan pasar (JICA,
2001). Meningkatnya aktivitas pasar menyebabkan penampilan pasar semrawut, kumuh,
kurangnya sarana penerangan, tidak tersedianya fasilitas air bersih yang memadai
sehingga tidak ada proses pembersihan komoditi, tidak higienis, tidak tersedianya Tempat
Pembuangan Sementara (TPS) yang memadai, sarana jalan sempit dan peredaran barang
di dalam pasar juga sulit dan kurang nyaman (Ohno, 2000; JICA, 2002a; JICA, 200b).
Berbeda halnya dengan ritel modern (berdasarkan SKB Menperindag dan Mendagri
No.145/MPP/Kep/5/97 dan No.57 tahun 1997) yang merupakan pasar yang dibangun
oleh pemerintah, swasta atau koperasi yang dalam bentuknya seperti
departemen store
dan mengutamakan pelayanan kenyamanan berbelanja.
Ketersediaan fasilitas dan utilitas yang tidak memadai di pasar-pasar induk dan
pasar-pasar tradisional akan meningkatkan bahaya keamanan pangan, yakni: berbagai
komponen biologi, kimia, fisika atau kondisi makanan yang dapat mempengaruhi
mall, supermarket,dan shopping center, di mana pengelolaannya dilakukan secara modern
2
5/27/2008-MM
kesehatan konsumen (Mahendra, 2004a). Faktor-faktor yang menyebabkan kegagalan
dalam memenuhi harapan konsumen seperti: karakteristik fisik (ukuran, bentuk, rasa,
kemasan, dan cacat). Dapat juga berupa bahaya lingkungan, kesehatan hewan, kesehatan
dan keamanan kerja, aspirasi etika dan bahaya operasional. Benda-benda fisik yang
semestinya tidak ditemukan dalam makanan yang mungkin dapat menyebabkan penyakit
atau luka pada konsumen seperti: pecahan gelas, besi, batu, kayu, hama, atau perhiasan
(Mahendra, 2004b).
Kehilangan hasil panen produksi sayur-sayuran dan buah-buahan sangat tinggi,
diperkirakan mencapai 30% (AICAF, 1999; APO, 1997; Harmon, 1995; Jonker, 1999).
Di samping disebabkan oleh teknik pengangkutan dari petani ke pasar yang biasanya
menggunakan kendaraan truk terbuka, tidak memperhatikan kaidah-kaidah dan sifat
fisiologis produk segar yang bersifat
memadainya kondisi pasar dan sistem pengemasan seperti: bahan pengemas yang mudah
rusak, pengemas yang dapat merusak dan mencemari produk yang dikemas, dan isi
kemasan yang berlebihan.
perishable, sebagian besar diakibatkan oleh kurang

2. Material dan Metode
Penelitian ini dilaksanakan di tiga propinsi yang meliputi Propinsi Jawa Barat dan
Sumatera Utara di Kawasan Barat Indonesia, serta Propinsi Sulawesi Selatan di Kawasan
Timur Indonesia, yang dipergunakan sebagai studi kasus untuk mendapatkan gambaran
umum tentang fasilitas dan utilitas pasar di Indonesia. Untuk Propinsi Jawa Barat,
terdapat enam lokasi yang diinvestigasi meliputi pasar induk, Sub Terminal Agribisnis
(STA), Pasar Lelang Agro, Pusat Distribusi Regional (PDR) dan
Holding Ground
(MOIT, 2000; MOIT, 2002a; MOIT, 2002b). Di Propinsi Sumatera Utara, juga terdapat
enam lokasi utama yang diinvestigasi termasuk PDR, pasar tradisional dan fasilitas
pengepakan yang dimiliki oleh pedagang. Sedangkan investigasi di Propinsi Sulawesi
Selatan dilakukan pada pasar tradisional, STA dan Terminal Agribisnis (TA). Tabel 1
menunjukkan lokasi-lokasi yang diinvestigasi dalam penelitian ini. Fasilitas yang diamati
terdiri dari: lantai tempat lelang, lantai basah, lantai kering dan
untuk u
pembuangan sementara dan
Cold Storage. Sedangkantilitas terdiri dari: ketersediaan listrik, air, trotoar, jalan masuk, tempatfork lift.


Tabel 1. Lokasi Penelitian yang dilaksanakan di Tiga Propinsi di Indonesia
No. Lokasi Studi
Jawa Barat Sumatera Utara Sulawesi Selatan
1. Pasar Induk Caringin Bandung PDR Dairi Pasar Sudu
2. Pasar Induk Gedebage Pasar Sentral Medan Pasar Terong
3. Pasar Lelang Agro Bandung Pasar Petisah Pasar Pabaeng-baeng
4. STA Garut/Cipanas/Bayongbong/
Rancamaya
Pasar Sukaramai STA Malino
5.
6. PDR Caringin Bandung Fasilitas Pengepakan Merek Rencana PDR Makassar
Holding Ground Rancamaya Pasar Aksara TA Gowa
Pelaksanaan penelitian ini menggunakan metode RRA, SWOT dan SMART, yang
masing-masing digunakan sebagai alat untuk mengakses data dan informasi, mengolah
secara kualitatif dan kuantitatif. Dalam pada itu alat analisis ini memerlukan atau
mempersyaratkan perlunya tingkat profesionalisme yang tinggi, di mana tim peneliti
tersusun sesuai dengan tingkat kemampuan ini. Jumlah sampel dari responden ditentukan
secara cermat dengan menggunakan rumus: [n
untuk memenuhi persyaratan analisis statistika jika pelaksanaan studi menggunakan
teknik observasi. Perwujudan sampel dikaitkan dengan dalil limit tengah di mana ciri
responden diasumsikan secara alamiah tersebar dengan distribusi normal. Pendekatan lain
untuk menetapkan jumlah sampel adalah menggunakan rumus empiris: [(n-1) (t-1)
di mana jumlah sampel (n) untuk setiap klaster sampel adalah 6 responden jika
12]. Jumlah sampel (n) dikatakan cukup15]
stakeholder
Data dan informasi yang dihasilkan oleh RRA, setelah disaring dan diverifikasi,
lalu ditabulasikan dalam dua versi tabel dengan model tabel dua arah untuk masingmasing
model tersebut. Sementara itu versi tabel yang lain adalah model SWOT di mana
kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman diposisikan sebagai ordinat bersusun atau
berhirarki. Data dan informasi yang diperoleh dari investigasi lapang dengan
menggunakan RRA, diidentifikasi sesuai dengan konsep SWOT dan diletakkan pada
kolom yang berurutan dalam tabel. SWOT ini diimplementasilkan pada tiap contoh
objek yang diinvestigasi di daerah studi.
Analisis SMART mentransfer dua model deskriptif (model aliran (I/O) dan SWOT)
ke dalam model kuantitatif. Dalam proses transfer ini, langkah pertama adalah
membentuk panel konsultan yang selanjutnya bertanggung jawab terhadap kesepakatan
untuk:
diasumsikan menjadi sebaran normal.
dua model deskriptif tersebut di ata;
Mengidentifikasi atau menyeleksi parameter yang relevan yang diekstrak dari
4
5/27/2008-MM
paramater dalam tiap grup;
Membuat justifikasi atau membuat tingkat bobot yang proporsional terhadap tiap
disepakati dalam tim panel konsultan;
Secara perorangan menilai tiap variabel dalam sel matriks pada kisaran yang
Menghitung rerata statistika, standar deviasi dan koefisien variasi;
besar hingga diperoleh nilai yang mendekati kewajaran.
Menentukan kisaran kovarian yang perlu diperdebatkan apabila perbedaannya
yaitu: baik, cukupan, kurang sesuai dan tidak terkategorikan.
Menyimpulkan hasil analisis dan mengklasifikasikan ke dalam empat kategori,

3. Hasil dan Pembahasan
Hasil analisis SWOT yang menunjukkan keragaan dari kekuatan, kelemahan, peluang
dan ancaman yang dimiliki oleh fasilitas dan utilitas pasar-pasar yang diteliti di Indonesia
secara rinci disajikan pada Tabel 2. Kekuatan yang dimiliki oleh fasilitas dan utilitas
Pasar Induk terdiri dari los/lapak permanen untuk produk buah-buahan, sayur-sayuran,
ikan dan daging, ruko penjualan beras, kios eceran, juga dilengkapi dengan ruko
kelontong, pakaian, alat elektronik, bank, restoran dan mesjid. Sedangkan fasilitas PDR
dan TA berupa bangunan yang cukup besar dengan konstruksi besi, beratap seng tebal
dan berlantai semen, tinggi lantai 1 meter untuk memudahkan bongkar muat. Terdapat
bangunan penanganan produk yang luas dengan lantai cuci, gudang dingin berupa ruang
atau peti kemas 40 ft, tempat bongkar muat, kantor, ruang pertemuan dan pelatihan.
Fasilitas TPS, tangki air, pagar, dan rumah jaga dalam kondisi baru. Disamping itu,
penguasaan fasilitas TA oleh Pemda, yaitu kepemilikan tanah oleh pemerintah daerah
dan investasi bangunan dari dana APBN Departemen Pertanian yang telah diserahkan
kepada kabupaten masing-masing, merupakan kekuatan lainnya.
Namun kelemahan yang ditunjukkan meliputi: fasilitas dan utilitas pasar-pasar
tradisional yang tidak memadai, kurang terpelihara, tidak tersedianya listrik dan air yang
cukup, tidak tersedianya TPS, kegiatan bongkar muat dengan tenaga manusia, jalan pasar
kotor karena terbuat dari
tidak terlokalisasi, MCK kurang bersih, dan
ada ditunjukkan adalah adanya program dari pemerintah daerah untuk memfungsikan
fasilitas di sekitar PDR dan TA seperti terminal dalam dan antar kota, pasar tradisional,
pasar lelang produk pertanian merupakan peluang untuk memberdayakan PDR dan TA.
Namun ancamannya antara lain: tidak terkendalinya pertambahan pihak-pihak yang tidak
relevan dengan kegiatan pasar di perkotaan, seperti di pasar induk, menyulitkan
paving block, tempat parkir tidak terawat, warung dan restorancold storage belum tersedia. Peluang yang
5
5/27/2008-MM
pengendalian pelaku pasar, mengurangi rasa aman dan nyaman, serta kebersihan
lingkungan pasar.
Sedangkan hasil analisis SMART seperti tersaji pada Tabel 3 menunjukkan, bahwa
rerata keragaan fasilitas dan utilitas pasar menunjukan tingkat efektifitas jauh di bawah
rerata angka keragaan institusi pembanding (mendekati 40 % dibawahnya), di mana skor
keragaan institusi pembanding ini tergolong cukup baik hingga baik yaitu 3,821.
Keragaan yang paling tidak efisien dijumpai di Pasar Terong dan Pabeng-baeng di
Makasar, Sulawesi Selatan, dengan skor 1,63. Sedangkan Pusat Distribusi Regional
Dairi mendekati kriteria cukup baik yaitu mencapai skor 2,815. Sub Terminal Agribisnis
di Jawa Barat juga menunjukkan rerata skor 2,57 (antara kurang baik hingga cukup baik).
Kedua institusi terakhir PDR Dairi dan STA Jawa Barat) merupakan dua institusi yang
dibangun dan dilengkapi fasilitasnya oleh pemerintah.
Tabel 3 menunjukkan matriks permasalahan yang dijumpai, isu-isu pokok, penyebab
dan solusi alternatif untuk memperbaiki fasilitas dan utilitas pasar yang dijumpai.

4. Simpulan dan Saran
Umumnya semua pasar induk di Indonesia menghadapi berbagai masalah seperti
terbatasnya ruang pada lapak yang sempit, tidak teratur, tidak sehat, kotor, kurangnya
tempat sampah, terlalu banyaknya pedagang pinggir jalan, lemahnya pengelolaan, dan
fasilitas penyimpanan dengan infrastruktur pasar yang tidak memadai. Sedangkan untuk
non pasar induk, pedagang grosir hortikultura tidak memiliki sarana kios permanen
sehingga transaksi biasa dilakukan di tepi jalan di lingkungan pasar.
Hasil analisis SWOT menunjukkan bahwa di samping kekuatan yang ditunjukkan,
kelemahan dari fasilitas dan utilitas pasar-pasar tradisional di Indonesia adalah
ketersediaannya yang tidak memadai, kurang terpelihara, tidak tersedianya listrik dan air
yang cukup, tidak tersedianya TPS, kegiatan bongkar muat dengan tenaga manusia, jalan
pasar kotor karena terbuat dari
restoran tidak terlokalisasi, fasilitas MCK kurang bersih, dan
Sedangkan hasil analisis SMART menunjukkan bahwa rerata keragaan fasilitas dan
utilitas pasar-pasar tradisional jauh di bawah rerata angka keragaan institusi pembanding
(mendekati 40 % dibawahnya).
Alternatif solusi untuk perbaikan kinerja fasilitas dan utilitas kelembagaan pasar
antara lain: rehabilitasi dan pembinaan, perbaikan jaringan, pembinaan pelaku dan
paving block, tempat parkir tidak terawat, warung dancold storage belum tersedia.
6
5/27/2008-MM
pengembalian fungsi, pembinaan pelaku, penggantian konstruksi jalan dengan sistem
beton, perbaikan drainase, penyediaan TPS, penambahan frekuensi pembuangan sampah
ke TPA, dan perencanaan sistem bongkar muat yang lebih baik.

Daftar Pustaka
ADP. 1994a.
Produce with an Emphasis on Horticulture
ADP. 1994b.
Paper
ADP. 1994c.
Paper
AICAF. 1999.
International Cooperation of Agriculture & Forestry
APO. 1997.
Productivity Organization, Tokyo
Harmon, H.C. 1995.
National Seminar on the Development of Tropical Fruits and Gogo Rice.
Agribusiness Development Project
JICA. 2001.
Sector in The Republic of Indonesia. Final Report. Japan International
Cooperation Agency
JICA. 2002a.
Horticultural Products in North Sumatra. Final Report. Japan International
Cooperation Agency & Indokoei International
JICA. 2002b.
Republic of Indonesia, Sector Report (Draft), Sector Analysis. Japan
International Cooperation Agency
Agency
Market Prospects for Selected Indonesian Agricultural Products and. ADP Working paper No. 10.The Singapore Market for Fresh Fruits and Vegetables, ADP WorkingNo. 11.The Hongkong Market for Fresh Fruits and Vegetables. ADP WorkingNo. 16.Marketing of Agricultural Products in Japan. Association for.Marketing Systems for Agricultural Products. A Seminar Report, Asian.The Market for Indonesian Tropical Fruit. A Presentation to The.Sector Assistance Strategy Formulation Study on Agriculture and Fishery.Basic Study for the Improvement of the Production and Distribution of.The Support Program for Agriculture and Fisheries Development in the(JICA), National Development Planning(BAPPENAS), and Nippon Koei Co. Ltd.
Jonker, T.H. 1999.
Current Situation and the Opportunities of Five Dutch Product Groups on the
Japanese Market. Agricultural Economics Research Institute
Mahendra, M.S. 2004a. Pertanian Dalam Jeratan Globalilasi. Wahana, XIX (45): 12-14.
Mahendra, M.S. 2004b. Keamanan Pangan dan Akses Pasar Produk Hortikultura.
Makalah Disampaikan pada Lokakarya Strategi Pengembangan Hortikultura Bali,
CERETROF Lemlit Unud, di Denpasar 30-31 Juli.
MOIT. 2000. Strategi Pengembangan Jaringan Distribusi. Final Report. Kerjasama
Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Departemen Perindustrian dan
Perdagangan RI dan PT. Danaspoe & Co.
Agri-food Supply Chains and Consumers in Japan, An Inquiry into the(LEI).
7
5/27/2008-MM
MOIT. 2002a. Studi Kelayakan Pusat Distribusi Regional Kota Makassar, Sulawesi
Selatan. Laporan Akhir. Kerjasama Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam
Negeri Departemen Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia dengan
Lembaga Penelitian Universitas Indonesia.
MOIT. 2002b. Pengembangan Pusat Distribusi Regional (PDR) Sumatera Utara. Laporan
Akhir. Bagian Proyek Pengembangan Pasar dan Fasilitas Distribusi Proyek
Pengembangan Perdagangan dan P
Negeri, Departemen Perindustrian dan Perdagangan.
Ohno, M. 2000.
(Vegetable and Fruits).
Trade, Ministry of Industry and Trade, Jakarta
3DN, Direktorat Jenderal Perdagangan DalamEvaluation Report on Modernization of Distribution System in IndonesiaJICA Adviser to the Directorate General for Domestic.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar